TULISAN
NAMA : VANIA AGATHA
NPM : 27212546
KELAS : 3EB22
TATA EJAAN
Pengertian Ejaan
Ejaan adalah
keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran, bagaimana
menempatkan tanda-tanda baca, bagaimana memotong-motong suatu kata, dan
bagaimana menggabungkan kata-kata.
Ejaan ialah seperangkat aturan atau
kaidah yang mengatur cara melambangkan bunyi,cara memisahkan atau menggabungkan
kata dan cara menggunakan tanda baca. Dalam system ejaan suatu bahasa,
ditetapkan bagaimana fonem-fonem dalam bahasa itu dilambangkan. Lambang fonem
itu dinamakan “ huruf ”. Susunan sejumlah huruf dalam suatu bahasa disebut “
abjad ”.
Selain dari pada pelambangan fonem dengan huruf, dalam
sistem ejaan termasuk juga
:
2.2
ketetapan tentang bagaimana tentang satuan-satuan morfologi seperti kata
dasar, kata ulang, kata majemuk, kata berimbuhan dan partikel-partikel
dituliskan
2.3
ketetapan tentang bagaimana menuliskan kalimat dan bagian-bagian kalimat
dengan pemakaian tanda-tanda baca seperti titik, koma, titik dua, tanda kutip,
tanda Tanya, tanda seru.
Macam-macam Ejaan
- Ejaan Van Ophuysen
Ejaan
Van Ophuysen disebut juga Ejaan Balai pustaka. Masyarakat pengguna bahasa
menerapkannya sejak tahun 1901 sampai 1947.Ejaan ini merupakan karya Ch.A. Van
Ophuysen, dimuat dalam kitab Logat Melayoe (1901). Ciri khusus ejaan Van
Ophuysen:
Ejaan
ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti
oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara
lain:
- Huruf (u) ditulis (oe).
- Komahamzah (k) ditulis dengan tanda (’) pada akhir kata misalnya bapa’, ta’
- Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf (a) mendapat akhiran (i), maka di atas akhiran itu diberi tanda trema (”)
- Huruf (c) yang pelafalannya keras diberi tanda (’) diatasnya
- Kata ulang diberi angka 2, misalnya: janda2 (janda-janda)
- Kata majemuk dirangkai ditulis dengan 3 cara :
- Dirangkai menjadi satu, misalnya (hoeloebalang, apabila)
- Dengan menggunakan tanda penghubung misalnya, (rumah-sakit)
- Dipisahkan, misalnya (anaknegeri)
Huruf hidup yang
diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö,
menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan dipotong,
sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.
2. Ejaan Republik/Ejaan Suwandi
Ejaan
Republik dimuat dalam surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mr.
Soewandi No.264/Bhg. A tanggal 19 maret 1947.Sebab ejaan ini disebut sebagai
Ejaan Suwandi. Sistem ejaan suwandi merupakan sistem ejaan latin untuk Bahasa
Indonesia.
Ciri khusus Ejaan
Republik/ Suwandi :
- Huruf (oe) dalam ejaan Van Ophuysen berubah menada (u).
- Tanda trema pada huruf (a) dan (i) dihilangkan.
- Koma ‘ain dan koma hamzah dihilangkan. Koma hamzah ditulis dengan (k) misalnya kata’ menjadi katak.
- Huruf (e) keras dan (e) lemah ditulis tidak menggunakan tanda khusus, misalnya ejaan, seekor, dsb.
- Penulisan kata ulang dapat dilakukan dengan dua cara.
6. Penulisan kata
majemuk dapat dilakukan dengan tiga cara
7. Kata yang berasal dari bahasa asing yang tidak
menggunakan (e) lemah (pepet) dalam Bahasa Indonesia ditulis tidak
menggunakan (e) lemah, misalnya: (putra) bukan (putera), (praktek) bukan
(peraktek).
3. Ejaan Malindo
Ejaan
Malindo (Melayu-Indonesia) adalah suatu ejaan dari perumusan ejaan melayu dan
Indonesia.Perumusan ini berangkat dari kongres Bahasa Indonesia tahun 1954 di
Medan, Sumatera Utara.Ejaan Malindo ini belum sempat diterapkan dalam kegiatan
sehari-hari karena saat itu terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia.
4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan/EYD
Pada Pada
tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan pemakaian Ejaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan
Presiden No. 57,Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan
buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan,
sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun
itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim,
Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut direvisi. Edisi
revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.
0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar