Judul :
Tugas 1 ETIKA SEBAGAI TINJAUAN
Tugas 2 PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
Oleh : Vania Agatha
Dosen : Ibu Early
Mata Kuliah : Etika Profesi Akuntansi
Kelas : 4EB22
Tugas 2 PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
Oleh : Vania Agatha
Dosen : Ibu Early
Mata Kuliah : Etika Profesi Akuntansi
Kelas : 4EB22
1.
ETIKA
SEBAGAI TINJAUAN
1.1
PENGERTIAN
ETIKA
Menurut
Hamzah Yacub, Pengertian Etika adalah ilmu yang
menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dan memperlihatkan amal
perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.
Etika
(Yunani Kuno:
"ethikos", berarti "timbul dari kebiasaan") adalah
sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang utama filsafat
yang mempelajari nilai
atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.
Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,
salah,
baik, buruk,
dan tanggung jawab.
St. John of Damascus
(abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical
philosophy).
Etika dimulai bila manusia
merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan
akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita
tidak jarang berbeda dengan pendapat orang lain.Untuk itulah diperlukan etika,
yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap
hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap
kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena
itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah
tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang
meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut pandang normatif.
Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Etika menurut
para ahli :
· Menurut K. Bertens: Etika adalah nilai-nila dan norma-norma moral, yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya.
· Menurut W. J. S. Poerwadarminto: Etika adalah ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak (moral).
· Abdullah
dalam buku yang berjudul Pengantar Studi
Etika (2006:4) menjelaskan arti kata etika berdasarkan etimologinya
yang berasal dari bahasa Yunani, ethos,
yang bermakna kebiasaan atau adat-istiadat.
· Bertens
dalam Etika seri Filsafat Atma Jaya (1993:4) memaparkan pengertian etika dalam
dalam bentuk jamak ta etha yang juga berarti adat kebiasaan.
1.2
PRINSIP-PRINSIP ETIKA
·
Prinsip
Keindahan
Prinsip
ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap
keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan
dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya.
·
Prinsip
Persamaan
Setiap manusia pada hakikatnya
memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap
persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan
dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak
diskrminatif atas dasar apapun.
·
Prinsip
Kebaikan
Prinsip
ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan
nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu
orang lain, dan sebagainya.
·
Prinsip
Keadilan
Pengertian
keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap
orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini
mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional.
·
Prinsip
Kebebasan
Kebebasan
dapat diartikan sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak
bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan hak
asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak
orang lain. Untuk itu kebebasan individu disini diartikan sebagai:
1
Kemampuan
untuk berbuat sesuatu atau menentukan pilihan
2
Kemampuan
yang memungkinkan manusia untuk melaksana-kan
pilihannya tersebut
pilihannya tersebut
3
Kemampuan
untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
·
Prinsip
Kebenaran
Kebenaran
biasanya digunakan dalam logika keilmuan yang muncul dari hasil pemikiran yang
logis/rasional. Kebenaran harus dapat dibuktikan dan ditunjukkan agar kebenaran
itu dapat diyakini oleh individu dan masyarakat.
1.3 BASIS TEORI ETIKA
a. Teori Deontologi
Deontologi
berasal dari bahasa Yunani, deon yang berarti kewajiban. Yaitu kewajiban
manusia untuk selalu bertindak baik. Suatu tindakan dikatakan baik dan bermoral
karena tindakan tersebut dilaksanakan berdasarkan kewajiban yang harus
dilaksanakan bukan pada tujuan atau akibat dari tindakan tersebut.
b. Teori Teleologi
Teleologi berasal dari bahasa Yunani
yaitu telos. Menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan atau tindakan
diperoleh dengan dicapainya tujuan dari perbuatan itu sendiri. Ada dua macam
aliran dalam teori teleologi ini yaitu: utilitarisme dan egoisme, pengertiannya
dibahas berikutnya.
c. Teori Hak
Teori Hak merupakan suatu
aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak
dan kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan atas
martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat
cocok dengan suasana pemikiran demokratis.
d.
Teori Keutamaan (Virtue)
Adalah memandang sikap atau
akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau
jujur, atau murah hati dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai
berikut : diposisi watak yang telah diperoleh seseorang memungkinkan dia
untuk bertingkah laku baik secara moral. Contoh keutamaan : kebijaksanaan,
keadilan, suka bekerja keras, dan hidup yang baik.
1.4 EGOISM
Egoisme
adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang menguntungkan
bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki pendapat untuk meningkatkan citra
pribadi seseorang dan pentingnya – intelektual, fisik, sosial dan lainnya.
Egoisme tidak memandang kepedulian terhadap orang lain maupun orang banyak dan hanya memikirkan diri sendiri.
Egoisme Rachels (2004)
memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme. Pertama, egoisme
psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia
dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut teori ini,
orang bolah sajayakin ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka
berkorban, namun semua tindakanyang terkesan luhur dan/ atau tindakan yang suka
berkorban tersebut hanyalah sebuah ilusi.Pada kenyataannya, setiap orang hanya
peduli pada dirinya sendiri. Menurut teori ini, tidakada tindakan yang
sesungguhnya bersifat altruisme , yaitusuatu tindakan yang peduli pada orang
lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan
kepentingan dirinya. Kedua, egoisme etis, adalah tindakan yang dilandasi
oleh kepentingan diri sendiri (self-interest).Tindakan berkutat diri ditandai
dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan oranglain, sedangkan tindakan
mementingkan diri sendiri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain.
Berikut adalah pokok-pokok pandangan egoisme etis:
1. Egoisme etis tidak mengatakan bahwa
orang harus membela kepentingannya sendiri maupun kepentingan orang lain.
2. Egoisme etis hanya berkeyakinan
bahwa satu-satunya tuga adalah kepentingan diri.
3. Meski egois etis berkeyakinan bahwa
satu-satunya tugas adalah membela kepentingan diri,tetapi egoisme etis juga
tidak mengatakan bahwa anda harus menghindari tindakanmenolong orang lain
4. Menurut paham egoisme etis, tindakan
menolong orang lain dianggap sebagai tindakan untuk menolong diri sendiri
karena mungkin saja kepentingan orang lain tersebut bertautan dengan
kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain sebenarnya juga dalam rangka
memenuhi kepentingan diri.
5. Inti dari paham egoisme etis adalah
apabila ada tindakan yang menguntungkan orang lain,maka keuntungan bagi orang
lain ini bukanlah alasan yang membuat tindakan itu benar.Yang membuat tindakan
itu benar adalah kenyataan bahwa tindakan itu menguntungkan diri sendiri.
2
PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
Etika
bisnis merupakan suatu rangkaian prinsip/aturan/norma yang harus diikuti
apabila menjalankan bisnis. Etika bisnis terkait dengan masalah penilaian
terhadap kegiatan dan perilaku bisnis yang mengacu pada kebenaran atau
kejujuran berusaha (bisnis). Kebenaran disini yang dimaksud adalah etika
standar yang secara umum dapat diterima dan diakui prinsip-prinsipnya baik oleh
masyarakat, perusahaan dan individu. Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang
baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan
berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan
dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
2.1
Lingkungan
Bisnis yang Mempengaruhi Perilaku Etika
Lingkungan
bisnis yang mempengaruhi etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis yaitu
bribery, coercion, deception, theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu
dalam perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan
supplier atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan.”Etika bisnis
merupakan pola bisnis yang tidak hanya peduli pada profitabilitasnya saja, tapi
juga memerhatikan kepentingan stakeholdernya. Etika bisnis tidak bisa terlepas
dari etika personal, keberadaan mereka merupakan kesatuan yang tidak
terpisahkan dan keberadaannya saling melengkapi. Etika bisnis sesorang
merupakan perpanjangan moda-moda tingkah lakunya atau tindakan konstan, yang
membentuk keseluruhan citra diri atau akhlak orang itu. Etika bisnis merupakan
salah satu bagian dari prinsip etika yang diterapkan dalam dunia bisnis.
Istilah etika bisnis mengandung pengertian bahwa etika bisnis merupakan sebuah
rentang aplikasi etika yang khusus mempelajari tindakan yang diambil oleh
bisnis dan pelaku bisnis.
2.2
Kesaling-tergantungan
Antara Bisnis dan Masyarakat
Alam telah
mengajarkan kebijaksanaan tentang betapa hubungan yang harmonis dan
kesalingtergantungan itu adalah amat penting. Bumi tempat kita berpijak, masih
setia bekerja sama dan berkolaborasi dalam tim dan secara tim dengan
planet-planet lain, namun penghuninya kebanyakan telah berjalan
sendiri-sendiri. Manusia yang konon khalifah di bumi, merasa sudah tidak
membutuhkan manusia lainnya. Bukanlah kesalingtergantungan yang dibina,
melainkan ketergantungan yang terus diusung. Kesalingtergantungan bekerja
didasarkan pada relasi kesetaraan, egalitarianisme. Manusia bekerjasama, bergotong-royong
dengan sesamanya memegang prinsip kesetaraan. Tidak akan tercipta sebuah
gotong-royong jika manusia terlalu percaya kepada keunggulan diri dibanding
yang lain, entah itu keunggulan ras, agama, suku, ekonomi dsb. Wajah Indonesia
yang carut marut dewasa ini adalah karena terlalu membuncahnya subordinasi
relasi manusia atas manusia lain.
Di abad
yang lalu, orang-orang Eropa yang berasal dari Belanda, Inggris, Spanyol dan
Portugis mengunjungi Asia termasuk negeri ini muasalnya bertujuan untuk berdagang
dengan penduduk setempat. Mereka melakukan kerjasama bisnis dengan penduduk
lokal dan beberapa elit penguasa. Pada mulanya mereka menikmati peran sebagai
partnerbisnis, lambat laun peran ini dianggap tidak lagi menarik. Mereka pun
berubah menjadi majikan, dan kelak menjajah dan memperbudak bangsa ini hingga
ratusan tahun untuk mempertahankan posisi itu dan menciptakan ketergantungan
penduduk lokal kepada mereka. Rupanya peran yang belakangan lebih menarik dan
lebih menantang.
Perbudakan
adalah sesuatu yang tidak alami, menyalahi takdir sebagai manusia. Setiap
manusia berhak atas kebebasan. Namun pola perbudakan semacam itu kiranya tidak
lekang oleh zaman,. meski bentuknya diubah sedikit supaya lebih beradab.
Perbudakan dewasa ini lebih modern, kendati tetap ditempuh dengan cara-cara
yang zalim.
Pola
relasi negara kita dengan negara luar layak dibenahi. Bangsa kita harus
memiliki keberanian yang cukup untuk bisa pula mendesakkan cita-cita negara
kita sesuai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 kepada mereka. Bangsa kita
harus memiliki nyali yang cukup untuk menolak agenda mereka yang bisa merusak
kemerdekaan yang telah susah payah diraih. Hubungan luar negeri kita harus
berubah dari ketergantungan, menjadi kesalingtergantungan, sebagai bangsa-bangsa
yang sejajar dan sederajat. Kemerdekaan dan kebebasan saja belum cukup, namun
saat ini penting kemerdekaan untuk hidup merdeka, kebebasan untuk hidup bebas.
Setiap
orang warga negara ini, bahkan warga seluruh dunia memiliki kebutuhan individu.
Kebutuhan akan makan, tempat tinggal yang nyaman, pekerjaan dsb sejatinya
bukanlah kebutuhan individu atau segelintir orang saja, melainkan seluruh orang
yang hidup di dunia ini membutuhkannya. Setiap orang tidak akan mampu mencukup kebutuhannya
sendiri tanpa semangat gotong-royong, kesalingtergantungan, kerjasama,
kolaborasi dengan orang lain.
2.3 Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Korupsi, kolusi, dan nepotisme yang
semakin meluas di masyarakat yang sebelumnya hanya di tingkat pusat dan
sekarang meluas sampai ke daerah-daerah, dan meminjam istilah guru bangsa yakni
Gus Dur, korupsi yang sebelumnya di bawah meja, sekarang sampai ke meja-mejanya
dikorupsi adalah bentuk moral hazard di kalangan ekit politik dan elit
birokrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa di sebagian masyarakat kita telah
terjadi krisis moral dengan menghalalkan segala macam cara untuk mencapai
tujuan, baik tujuan individu memperkaya diri sendiri maupun tujuan kelompok
untuk eksistensi keberlanjutan kelompok. Terapi ini semua adalah pemahaman,
implementasi dan investasi etika dan nilai-nilai moral bagi para pelaku bisnis
dan para elit politik.
Dalam kaitan dengan etika bisnis,
terutama bisnis berbasis syariah, pemahaman para pelaku usaha terhadap ekonomi
syariah selama ini masih cenderung pada sisi "emosional" saja dan
terkadang mengkesampingkan konteks bisnis itu sendiri. Padahal segmen pasar dari
ekonomi syariah cukup luas, baik itu untuk usaha perbankan maupun asuransi
syariah. Dicontohkan, segmen pasar konvensional, meski tidak
"mengenal" sistem syariah, namun potensinya cukup tinggi. Mengenai
implementasi etika bisnis tersebut, Rukmana mengakui beberapa pelaku usaha
memang sudah ada yang mampu menerapkan etika bisnis tersebut. Namun, karena
pemahaman dari masing-masing pelaku usaha mengenai etika bisnis berbeda-beda
selama ini, maka implementasinya pun berbeda pula, keberadaan etika dan moral
pada diri seseorang atau sekelompok orang sangat tergantung pada kualitas
sistem kemasyarakatan yang melingkupinya.
Walaupun seseorang atau sekelompok
orang dapat mencoba mengendalikan kualitas etika dan moral mereka, tetapi
sebagai sebuah variabel yang sangat rentan terhadap pengaruh kualitas sistem
kemasyarakatan, kualitas etika dan moral seseorang atau sekelompok orang
sewaktu-waktu dapat berubah. Baswir (2004) berpendapat bahwa pembicaraan
mengenai etika dan moral bisnis sesungguhnya tidak terlalu relevan bagi
Indonesia. Jangankan masalah etika dan moral, masalah tertib hukum pun masih
belum banyak mendapat perhatian. Sebaliknya, justru sangat lumrah di negeri ini
untuk menyimpulkan bahwa berbisnis sama artinya dengan menyiasati hukum.
Akibatnya, para pebisnis di Indonesia tidak dapat lagi membedakan antara batas
wilayah etika dan moral dengan wilayah hukum. Wilayah etika dan moral adalah
sebuah wilayah pertanggungjawaban pribadi. Sedangkan wilayah hukum adalah
wilayah benar dan salah yang harus dipertanggungjawabkan di depan pengadilan.
Akan tetapi memang itulah kesalahan kedua dalam memahami masalah etika dan
moral di Indonesia. Pencampuradukan antara wilayah etika dan moral dengan
wilayah hukum seringkali menyebabkan kebanyakan orang Indonesia 5tidak bisa
membedakan antara perbuatan yang semata-mata tidak sejalan dengan kaidah-kaidah
etik dan moral, dengan perbuatan yang masuk kategori perbuatan melanggar hukum.
Sebagai misal, sama sekali tidak dapat dibenarkan bila masalah korupsi masih
didekati dari sudut etika dan moral. Karena masalah korupsi sudah jelas dasar
hukumnya, maka masalah itu haruslah didekati secara hukum. Demikian halnya
dengan masalah penggelapan pajak, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran hak
asasi manusia.
2.4 Perkembangan dalam Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
· Situasi
Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato,
Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya
mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana
kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
· Masa
Peralihan: tahun 1960-an
· Ditandai
pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi
mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan).
Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu
dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and
Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social
responsibility.
· Etika
Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam
memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap
sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia
bisnis di AS.
· Etika
Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai
ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum
pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut
European Business Ethics Network (EBEN).
· Etika
Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
Tidak terbatas lagi pada dunia
Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan
International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28
Juli 1996 di Tokyo.
Seiring dengan tuntutan untuk
menghadirkan suatu proses bisnis yang terkelola dengan baik, sorotan atas
kinerja akuntan terjadi dengan begitu tajamnya. Peristiwa bisnis yang
melibatkan akuntan yang tidak profesional seharusnya memberikan pelajaran untuk
mengutamakan etika dalam melaksananakan praktik profesional akuntansi.
Bagaimanapun situasi kontekstual memerlukan perhatian dalam berbagai aspek
pengembangan profesionalisme akuntan, termasuk di dalamnya melalui suatu
penelitian.
Kode etik profesi merupakan
kaidah-kaidah yang menjadi landasan bagi eksistensi profesi dan sebagai dasar
terbentuknya kepercayaan masyarakat karena dengan mematuhi kode etik, akuntan
diharapkan dapat menghasilkan kualitas kinerja yang paling baik bagi
masyarakat. Dalam kerangka inilah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) merumuskan
suatu kode etik yang meliputi mukadimah dan delapan prinsip etika yang harus
dipedomani oleh semua anggota, serta aturan etika dan interpretasi aturan etika
yang wajib dipatuhi oleh masing-masing anggota kompartemen.
Tanggung Jawab Sosial Kantor Akuntan
Publik Sebagai Entitas Bisnis Gagasan bisnis kontemporer sebagai institusi
sosial muncul dikembangkan berdasarkan persepsi yang menyatakan bahwa bisnis
bertujuan untuk memperoleh laba. Persepsi ini diartikulasi secara jelas oleh
Milton Friedman yang memaparkan bahwa tanggung jawab bisnis yang utama adalah
menggunakan sumber daya dan mendesain tindakan untuk meningkatkan laba
sepanjang tetap mengikuti atau mematuhi aturan permainan. Hal ini dapat
dikatakan bahwa bisnis tidak seharusnya diwarnai oleh penipuan dan kecurangan.
Pada struktur utilitarian, melakukan aktivitas untuk memenuhi kepentingan
sendiri diperbolehkan. Untuk memenuhi kepentingan sendiri, setiap orang
memiliki cara yang berbeda-beda dan terkadang saling berbenturan satu dengan
yang lainnya. Menurut Smith mengejar kepentingan pribadi diperbolehkan
sepanjang tidak melanggar hukum dan keadilan atau kebenaran. Bisnis harus
diciptakan dan diorganisasikan dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat.
Krisis Dalam Profesi Akuntansi Profesi akuntansi yang krisis hari ini bahayanya
adalah apabila tiap-tiap auditor atau attestor bertindak di jalan yang salah,
opini dan audit akan bersifat tidak berharga. Suatu penggunaan untuk akuntan
akan mengenakkan pajak preparers dan wartawan keuangan tetapi fungsi audit yang
menjadi jantungnya akuntansi akan memotong keluar dari praktek untuk
menyumbangkan hampir sia-sia penyalahgunaannya. Perusahaan melakukan pengawasan
terhadap auditor-auditor yang sedang bekerja untuk melaksanakan pengawasan
intern, keuangan, administratif, penjualan, pengolahan data, dan fungsi
pemasaran diantara orang banyak. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh
Akuntan, sebagai berikut:
a. Berkaitan dengan earning management
b. Pemerikasaan dan penyajian terhadap
masalah akuntansi
c. Berkaitan dengan kasus-kasus yang
dilakukan oleh akuntan pajak untuk menyusun laporan keuangan agar pajak tidak
menyimpang dari aturan yang ada.
d. Independensi dari perusahaan dan
masa depan independensi KAP. Jalan pintas untuk menghasilkan uang dan tujuan
praktek selain untuk mendapatkan laba.
e. Masalah kecukupan dari
prinsip-prinsip diterima umum dan asumsi-asumsi yang tersendiri dari
prinsip-prinsip yang mereka gunakan akan menimbulkan dampak etika bila akuntan
tersebut memberikan gambaran yang benar dan akurat.
Regulasi Dalam Rangka Penegakan Etika Kantor
Akuntan Publik Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai satu-satunya organisasi
profesi akuntan di Indonesia telah berupaya untuk melakukan penegakan etika
profesi bagi akuntan publik. Untuk mewujudkan perilaku profesionalnya, maka IAI
menetapkan kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik tersebut dibuat untuk
menentukan standar perilaku bagi para akuntan, terutama akuntan publik. Kode
etik IAI terdiri dari:
·
Prinsip
etika, terdiri dari 8 prinsip etika profesi yang merupakan landasan perilaku
etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika dan mengatur
pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota yang meliputi tanggung
jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektivitas, kompetensi dan
kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar
teknis.
·
Aturan
Etika Kompartemen Akuntan Publik, terdiri dari independen, integritas dan
objektivitas, standar umum dan prinsip akuntansi, tanggung jawab kepada klien,
tanggung jawab kepada rekan seprofesi, serta tanggung jawab dan praktik lain.
·
Interpretasi
Aturan Etika, merupakan panduan dalam menerapkan etika tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannya. Di Indonesia penegakan kode etik
dilaksanakan oleh sekurang-kurangnya enam unit organisasi, yaitu Kantor Akuntan
Publik, Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik IAI, Badan Pengawas Profesi
Kompartemen Akuntan Publik IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen
Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap
kode etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpian KAP.
Meskipun
telah dibentuk unit organisasi penegakan etika sebagaimana disebutkan di atas,
namun demikian pelanggaran terhadap kode etik ini masih ada. Dapat disimpulkan
bahwa meskipun IAI telah berupaya melakukan penegakan etika profesi bagi
akuntan, khususnya akuntan publik, namun demikian sikap dan perilaku tidak etis
dari para akuntan publik masih tetap ada.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Etika
Antonius Atosokhi
Gea. 2005. Character Building IV: Relasi dengan Dunia. Jakarta: Elex
Media Komputindo.
Sutarno, Alfonsus.
2008. Etiket Kiat Serasi Berelasi. Yogyakarta: Kanisius.
Etika seri Filsafat Atma Jaya (1993:4)
Pengantar Studi Etika (2006:4)
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/prinsip-prinsip-etika-2/
Dr. H. Budi Untung,
SH., MM. 2012. Hukum dan Etika Bisnis.Jogjakarta :Andi Yogyakarta.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/11/perilaku-etika-dalam-bisnis/